Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

"Dislike" Sesukamu

Ilustrasi/NET
“Katakan ‘dislike’ sesukamu dan jangan larang mereka melemparkan kata yang sama.”

Ada banyak manusia yang saya temukan di dunia ini yang tipekalnya cenderung anti-kritik. Mulai dari rakyat biasa seperti saya hingga bos-bos dan bosnya para bos-bos. Mungkin ini sikap yang baik untuk segelintir sisi (mungkin), tapi menurut saya, sikap anti-kritik tidak akan pernah menjadikan kita maju berlangkah-langkah.

Ada perbedaan antara ‘kritik’ dan ‘dengki’. Inilah yang menjadikan makna kata “dislike” menjadi berbeda ketika diungkapkan dengan latarbelakang berbeda (kritik/dengki). Kata-kata “dislike” yang keluar dari seseorang yang mengkritik adalah agar kita menjadi yang lebih baik. So hargai, hormati, pikirkan dan pertimbangkan kitikan itu. Berbeda cerita jika kata “dislike” beraroma dengki, itu hanya perihal syirik dan abaikan.

Saya sepakat ketika ada yang bilang bahwa tak harus menjadi sempurna untuk mengkritik ataupun mengatakan kata “dislike”. Toh manusia tidak ada yang sempurna. Bahkan dewan juri dalam sebuah ajang pencari bakat belum tentu memiliki bakat yang lebih baik dibandingkan peserta. Mereka hanya berkomentar dari sisi penikmat. Memberikan masukan juga sebagai penikmat. Karena yang menilai kita adalah yang melihat, bukan diri sendiri.

Ini pengalaman pribadi. Beberapa waktu lalu saya sempat terlalu fokus dengan pekerjaan dan melupakan tugas-tugas kuliah. Al hasil, tugas akhir kuliah yang seharusnya mendapatkan segelintir perhatian pun terpapar tanpa lirikan. Dan itu membuat target wisuda saya di akhir tahun ini pun hangus tak berbekas. Toga yang menari-nari indah di kepala temen-temen saya kemarin, sempat membuat saya terpukul-pukul dan ter dorrr dorrrrrr kayak film action. Tapi kesedihan saya hanya sebatas sedih tanpa ada tindakan nyata. 

Sampai suatu ketika…

Saat saya mengerjakan sebuah pekerjaan di suatu tempat, temen saya (sebut saja jengkol) melemparkan kritik yang kembali membuat saya ter dorr dorrrr. Dia tidak suka melihat saya yang terlalu serius mencari duit, dan berkata:

“Loe di sini cuma sementara, pekerjaan nggak lebih penting dari kuliah loe. Ingat broo, kuliah adalah masa depan loe! Masa depan loe jauh lebih penting!!”

Meskipun redaksinya saya tulis pake tanda seru, tapi sebenernya temen saya ini tidak marah. Dia mengkritik dengan nada bercanda, tapi saya tahu dia serius. Kalimat itu ‘ngena’ banget dan saya pun terdiam kaku tak bisa berkata sepatah katapun. Kalimat itu pun masih terngiang-ngiang sampe sekarang.

Temen saya ini sebenarnya sudah sangat sering mengungkapkan “dislike” atas tingkah saya yang selalu me-nomor-sekian-kan kuliah. Tapi kalimat “dislike” yang dia lontarkan hari itu, benar-benar bikin saya membalikkan setir. Alhamdulillah, kuliah pun mulai terlirik karena kalimat “dislike” itu. So, thank you for your dislike sob.

Namun pengalaman sebalikya pun pernah terjadi.

Saya punya seorang teman (panggil aja pete)  yang sudah saya anggap layaknya sahabat. Dan ketika saya menobatkan seseorang sebagai sahabat (teman dekat), so pasti saya peduli berat sama dia. Dan ketika peduli dengan seorang teman, mulut saya akan cerewet dan penuh kata ‘dislike’.

Pernah suatu ketika saya sebel dengan sikap teman saya ini yang bikin kesal kebangetan. Saya ingin dia menjadi sosok yang lebih baik. Lebih baik di mata saya, lebih baik di mata yang lain dan lebih baik di mata dia sendiri. 

Sangking “dislike-nya”, mulut pun tak berhenti ngebacot via telfon dan mungkin telinganya mulai berasap dengerin “dislike” dari saya. Dan pada akhirnya dia pun menutup telfon tiba-tiba secara sebelah pihak tanpa pamit tanpa asal muasal tanpa sebab dan tanpa berucap.

Saya sadar mungkin temen saya ini marah atas ke-tidak-berhentian-bacotan tadi. Tapi semata-mata kritikan itu saya ungkapkan toh demi kebaikannya. Tapi mungkin dia berpikir lain. Setelah saya telfon berkali-kali dan berhari-hari tanpa respon, saya pun semakin sadar bahwa temen saya barusan sangat keberatan dengan kata-kata “dislike”. Dan sejak saat itu saya berhenti men-dislike temen yang barusan saya sebut-sebut itu.

So, apa yang salah ketika saya mengkritik temen demi kebaikannya? Tapi saya berusaha tak mengulangi pada orang yang sama. Yaps,, saya sangat mencoba belajar dari pengalaman.

Kesimpulannya tak ada kesimpulan.

Saya hanya berpikir bahwa kenapa tidak untuk dikritik. Toh itu akan mengubah kita menjadi lebih baik. Hanya saja mungkin, menyampaikan kritikan pada orang yang berbeda juga harus dilakukan dengan cara berbeda pula. Percayalah,, kata “dislike” terkadang juga ngangenin.

Dan percayalah sekali lagi, kritikan yang teramat pedas sekalipun terlebih dari orang terdekatmu adalah didasari kepedulian. Seperti kata Ita Sembiring dalam sebuah novelnya yang baru saja selesai saya baca, “seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi lawan mencium secara berlimpah-limpah”. 

Intinya, pujian tak selamanya bertujuan baik dan kritikan tak selamanya menyesatkan.

Ya.. ini hanya sekelibat pikiran yang menempel tak karuan di tengah malam kawan. Jangan ngopi.






Salam insomnia Novriana Dewi




Posting Komentar untuk ""Dislike" Sesukamu"