Memori Sebuah Malam di Banda Aceh 'Kota Sejuta Kopi'
“Kota sejuta kopi”, saya sepakat dengan julukan Bang
Irwan untuk Kota Ini.
---------
Ini kali pertama saya ke Banda Aceh. Suatu malam saya dan beberapa rekan kerja diajak berkeliling oleh Bang Irwan, seorang Jurnalis Foto yang juga teman dari rekan kerja saya. Kami pun memutuskan untuk
makan di salah satu rumah makan mie Aceh yang katanya yahut banget rasanya.
Dan bener, belum pernah saya ngerasain mie Aceh seenak ini.
Konon, kelezatan Mie Aceh sesungguhnya hanya bisa dinikmati di kampung
halamannya, Aceh. Mungkin ada sejenis bumbu rahasia yang nggak bakal kita dapetin di kota manapun kecuali di sini. Atau
mungkin, hanya udara Aceh yang bisa memberikan kenikmatan tersendiri untuk
makanan sebangsa mie yang satu ini. Entahlah,.. Tapi serius, di sini.. Mie Aceh
bener-bener yahut. Bahkan super yahut.
Ada satu rasa yang nggak
bakal didapetin di kota lain manapun. Warna kuahnya yang kental, aromanya yang nggak menyengat sama sekali dengan sajiannya
yang sederhana, tapi ketika menyeruput kuah dan mie-nya, ampun.. ini
bener-bener bakal bikin super nagih, enak banget.
Sambil jalan layaknya gaet, Bang Irwan jelasin satu per satu
tempat yang kami lewati. Mulai dari masjid raya, museum tsunami, dan bla..
bla.. bla.. tapi yang paling menarik perhatian saya, di sini tuh nyaris di
sepanjang jalan dipenuhi warung-warung kopi. Dan salut, nggak ada warung kopi
yang sepi, padahal jam sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB.
Saya sepakat
sama bang Irwan, bahwa kota ini layak disebut sebagai kota seribu kopi. Karena nyatanya,
di sepanjang jalan benar-benar dipenuhi oleh tongkrongan warung kopi. Dan nyaris
semua dipenuhi oleh pelanggan. Nggak ada
yang sepi.
Keliling Kota Banda Aceh di jam segini saya makin bingung, ini
kota nggak ada matinya kali ya. Bayangin aja, di pukul 11.00 WIB bahkan
lewat, belum ada saya lihat pertokoan yang tutup. Mulai dari toko baju, toko
elektronik, toko hanphone, warung
makan, bahkan pangkas rambut. Semua masih beraktivitas.
Gilakkkk, bahkan Jakarta yang disebut-sebut sebagai kota yang
nggak ada matinya pun nggak begini-begini
amat. Mana ada di Jakarta toko baju yang masih buka di jam segini, toko
elektronik, apalagi pangkas rambut. Paling banter juga warung-warung makan
pinggir jalan, dan bentar lagi juga pada tutup. Salut deh buat Aceh, sekaligus
bingung.
Ngerasain kopi aceh, saya semakin bingung. Kebetulan saya diajakin nongkrong di salah satu warung kopi yang sebenernya tempatnya tu
sederhana banget. Hanya bertempat di pinggir jalan dengan tempat duduk yang di susun di atas trotoar. Asik sih, tempat nongkrong yang
enjoy, menyenangkan, sederhana dan unik.
Di sini kami disajikan minuman kopi yang menurut saya aneh. Baru
kali ini saya dijamu kopi hitam tanpa gula yang ditambah beberapa balok es batu kecil. Saya auto (otomatis) mikir
(yakin ni perut nggak kenapa-kenapa minum beginian?). Tapi namanya dijamu y wajib dicoba donk, nggak mungkin minuman beginian laris
kalau nggak enak dan bahaya buat kesehatan.
Pertama dihidangin benar-benar nggak yakin kalau yang disajikan
di atas meja ini adalah kopi. Warnanya memang hitam tapi nggak begitu pekat. Di dalam
botol minuman kurang lebih tingginya 20 sentimeter, ada minuman yang kataya itu
kopi. Saya tuang ke dalam gelas yang sudah dikasih es sama abang-abang penjualnya. Saya minum, dan ……
Awalnya ngerasa aneh sih. Tuh minuman pahit, saya tahu itu
kopi. Tapi kopi tanpa gula mamen. Ta[i saya penasaran, seruput lagi, lagi, dan
lagi. Setelah beberapa kali seruput saya baru nyadar bahwa baru kali ini saya bisa
minum kopi tanpa gula. Yang ada dalam otak saya, yang mau minum kopi hitam tanpa
gula tu Cuma dukun. Dan saya bukan dukun, tapi saya benar-benar menikmati kopi
satu ini.
Saya nggak tahu gimana caranya abang-abang tuh warung kopi
ngeracik minuman satu ini. Tapi kopi tanpa gula ini bener-bener nikmat. Kopi tanpa
ampas, tanpa endapan, jernih, dan itu benar-benar kopi. Saya lihat di baner
warung sih, itu kopi arabika. Konon katanya, kopi arabika adalah salah satu
kopi andalan Indonesia yang jadi favorit untuk diekspor. Info yang gue dapetin
ketika nongkrong sih gitu.
Ini kesan pertama di kali pertama saya datengin kota ini. Semoga
akan ada cerita lain yang akan semakin membuat saya membuka mata, bahwa ada
banyak hal di sana yang harus saya pelajari. Saya masih sangat banyak belum tau, mata saya masih sangat tertutup. Saya masih hidup dan berkerumun dalam balutan tempurung. Dunia masih terlalu luas untuk saya hirup dengan
sekejab. Sama sekali nggak ada yang bisa disombongkan. Sama sekali.
Selamat malam
guys, semoga mimpi indah. Thanks udah mampir di blog ini. Salam berbagi, salam
ngopi..
Posting Komentar untuk "Memori Sebuah Malam di Banda Aceh 'Kota Sejuta Kopi'"